Rabu, 27 Juni 2012

KONSEP DASAR DISTOSIA




TUGAS MAKALAH
KONSEP DASAR DISTOSIA

logostikes.jpg

Disusun oleh :
1.    Ria permatasari
2.    Muslikotin
3.    Rina aprilia
4.    Mazidatul
5.    Wahyu tri l
6.    Nira wahyu n
7.    Yenny candra
8.    Siti faidatul
9.    Lucy octafia


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG




KONSEP DASAR DISTOSIA
DISTOSIA
Definisi
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan.
Etiologi
Distosia dapat disebabkan karena kelainan his ( his hipotonik dan his hipertonik ), karena kelainan besar anak, bentuk anak ( hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat ), letak anak (letak sungsang, letak melintang ), serta karena kelainan jalan lahiran

DISTOSIA KELAINAN TENAGA / HIS
Distosia Kelainan Tenaga (His)

A.   Pengertian

Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia karena kelainan tenaga (his) yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancran persalinan. Dibawah ini dikemukakan lagi ringkasan dari his normal :

1. Tonus otot rahim diluar his tidak seberapa tinggi, lalu meningkatkan pada waktu his. Pada kala pmbukaan servik ada 2 fase : fase laten dan fase aktif yang digambarkan pada srvikogram menurut friedman.
2. Kotraksi rahim dimulai pada salah satu tanduk rahim, sebelah kanan atau kiri, lalu menjalar keseluruh otot rahim.
3. Fundus uteri berkontraksi lebih dulu (fundal dominan) lebih lama dari bagian-bagian lain. Bagian tengah berkontraksi agak lebih lambat, lebih singkat dan tidak sekuat kontraksi fundus uteri bagian bawah (segmen bawah rahim)dan servik tetap pasif atau hanya berkontraksi sangat lemah.
4. Sifat-sifat his :lamanya, kuatnya, keteraturannya, seringnya dan relaksasinya, serta sakitnya.


B. Etiologi

Kelainan his sering dijumpai pada primigravida tua sedangkan inersia uterisering dijumpai pada multigravida dan grandemulti. Faktor herediter mungkin memegang pula peranan dalam kelainan his dan juga factor emosi (ketakutan) mempengaruhi kelainan his. Salah satu sebab yang penting dalam kelainan his inersia uteri, ialah apabila bahwa janin tidak berhubungan rampat dengan segmen bawah rahim ini dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi sefalopelvik. Salah pimpinan persalinan atau salah pemberian obat-obatan seperti oksitosin dan obat penenang. Kelainan pada uterus misalnya uterus birkornis unikolis dapat pula mengakibatkan kelainan his. 

C. Penanganan 

Dalam menghadapi persalinan lama dilakukan evaluasi secara keseluruhan untuk mencari sebab-sebabnya. Tekanan darah diukur tiap emat jam. Pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabia ada gejala pre-eklmpsia, denyut jantung janin dicatat tiap setengah jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala II. Kemungkinan juga dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya. Pada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindkan pembedahan dengan narcosis, hendaknya jangan diberikan maknan biasa melainkan dalam bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonic secara intravena berganti-ganti. Bila his mengebabkan rasa sakit yang berlebihan diberikan injeksi pethidin 50 mg, pada pemulaan kala I dapat diberikan 10 mg morvin. Berikan antibiotic secukupnya,apalagi kalau ketuban sudah lama pecah.

D. Jenis-Jenis Kelainan His

1. Inersia uteri
Adalah his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat, dan lebih jarang dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri dibagi atas 2 keadaan:
a. Inersia uteri primer
Kelemahan his timbul sejak dari permulaan persalinan. Hal ini harus dibedakan dengan his pendahulu yang juga lemah dan kadang-kadang menjadi hilang (false labour).
b. Inersia uteri sekunder
Kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat dan kuat teratur dan dalam waktu yang lama.

Diagnosis inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan yang teliti terhadap persalinan. Pada fase laten diagnosis akan lebih sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his)yang kuat dan lama, maka diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih mudah.
Inersia uteri menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat-akibatnya. Terhadap ibu dan janin.

Penanganan 

Periksa keadaan servik, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah janin dan keadaan panggul kemudian buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan, misalnya pada letak kepala :
1. berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500cc dektrosa 5% dimulai dengan 12 tetes permenit, dinaikan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes permenit. Maksud dari pemberian oksitosin adalah supaya servik dapat membuka .
2. Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak memperkuat his setelah pemberian beberapa lama, hentikan dulu dan ibu dianjurkan beristirahat. Pada malam hari berikan obat penenang misalnya valium 10 mg dan esoknya dapat diulang lagi pemberian oksitosin drips.
3. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
4. Bila semua his kuat tetapi kemudianterjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi, tidak ada ginanya memberikan oksitosin drips, sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetric lainnya (ekstraksi vakum atau forsep, atau seksio sesarea.

2. Tetania Uteri
Adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi rahim. 

Hal ini dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus yang dapat mengakibatkan persalinan diatas kendaran, dikamar mandi, dan tidak sempat dilakukan pertolongan. Akibatnya terjadilah luka-luka jalan lahir yang luas pada servik, vagina pada perineum, dan pada bayi dapat terjadi perdarahan intracranial.

Bila ada kesempitan panggul dapat terjadi rupture uteri mengancam, dan bila tidak segera ditangani akan berlanjut menjadi rupture uteri.

Penanganan 

a. Berikn obat seperti morfin, luminal dan sebagiannya, asal janin tidak akan lahir dlam waktu dekat 4-6 jam
b. Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan seksio sesarea.
c. Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan cepat.

3. Aksi Uterus Inkoordinasi (Incoordinate Uterine Action)

Sifat his yang berubah-ubah, tidak ada koordinasi dan sinkronasi antar kontraksi dan bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan pembukaan, apalagi dalam pengeluaran janin. Pada bagian atas dapat terjadi kontraksi tetapi bagian tengah tidak, sehingga menyebabkan terjadinya lingkaran kekejangan yang mengakibatkan persalinan tidak dapat maju.

Penanganan 

a. Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot, berikan obat-obatan anti sakit dan penenang (sedativa dan analgetika) seperti morfin, petidin dan valium.
b. Apabila persalinan sudan berlangsung lama dan berlarut-larut, selesaikanlah partus menggunakan hasil pemeriksaan dan evaluasi, dengan ekstraksi vakum, forsep, atau seksio sesarea.

HIS HIPOTONIK

His hipotonik disebut juga inersia uteri yaitu his yang tidak normal, fundusberkontraksi lebih kuat dan lebih dulu daripada bagian lain. Kelainan terletak pada kontraksinya yang singkat dan jarang. Selama ketuban utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu dan janin. Hisnya bersifat lemah, pendek, dan jarang dari hisnormal. Inersia uteri dibagi menjadi 2, yaitu :a. Inersia uteri primer Bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan persalinan berlangsunglama dan terjadi pada kala I fase laten.b. Inersia uteri sekunder Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama dan terjadipada kala I fase aktif. His pernah cukup kuat tetapi kemudian melemah. Dapatditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan. Pada bagianterendah terdapat kaput, dan mungkin ketuban telah pecah. Dewasa inipersalinan tidak dibiarkan berlangsung sedemikian lama sehingga dapatmenimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia uteri sekunder ini jarangditemukan. Kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik waktupersalinan.

. Pada keadaan Hipoptonic uterine Contraction

1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harusdiperhatikan.

2. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentangkemungkinan- kemungkinan yang ada.
3. Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan,evaluasi kemajuan persalinan 12 jam kemudian dengan periksa dalam.Jika pembukaan kurang dari 3 cm, porsio tebal lebih dari 1 cm, penderitadiistirahatkan, diberikan sedativa sehingga dapat tidur. Mungkin masihdalam "false labor". Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his tanpa adakemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infuspitosin. Perlu diingat bahwa persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24jam setelah ketuban pecah, agar prognosis janin tetap baik.





4. Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan :
a. Penilaian cermat apakah ada disproporsi sefalopelvik dengan pelvimetriklinik atau radiologi. Bila ada CPD maka persalinan segera diakhiridengan sectio cesarea.
b. Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infus.
c. Nilai kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak adakemajuan, persalinan diakhiri dengan sectio cesarea.
d. Pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum ataucunam dipenuhi, maka persalinan dapat segera diakhiri dengan bantuan alat tersebut.

HIS HIPERTONIK


A.   Pengertian
His hipertonik disebut juga tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat. Sifat hisnya normal, tonus otot diluar his yang biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan berlangsung cepat (<3 jam disebut partus presipitatus).

Partus presipitatus dapat mengakibatkan kemungkinan :
a. Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
b. Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan.
c. Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan dan inversio uteri.

Tetania uteri juga menyebabkan asfeksia intra uterine sampai kematian janin dalam rahim. Bahaya bagi ibu adalah terjadinya perlukan yang luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina dan perineum. Bahaya bagi bayi adalah terjadi perdarahan dalam tengkorak karena mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat. 3. His Yang Tidak Terkordinasi Adalah his yang berubah-ubah. His jenis ini disebut Ancoordinat Hypertonic Urine Contraction. Tonus otot meningkat diluar his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi. Tidak adanya kordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.


B.     Etiologi
1.      Usi dan paritas
Keadaan ini terutama merupakan keadaan pada primigravida. Sekitar 95 % dari kasdus-kasus berat terjadi dalam persalinan pertama, dan uterus hamper selalu lebih efisien pada kehamilan berikutnya. Insidensi pada primigravida lanjut usia hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan pada wanita muda.

2.      Kondisi emosi dan kejiwaan
Kita tidak tahu bagaimana masalah kejiwaan dan emosi dalam bekerja menyebabkan atau memperburuk inkoordinasi uterus dalam persalinan. Dikatakan bahwa rasa takut meningkatkan tegangan pada segmen bawah uterus. Akan tetapi, ada wanita tenang yang mengalami persalinan sulit dan ada wanita yang amat emosional yang melahirtkan dengan mudah. Kebanyakan kelainan berat pada system saraf pusat tidak memberikan pengaruh yang merugikan pada persalinan.

3.      Kelainan uterus
Sementara sebagian dokter mengagap bahwa overdistensi, vibroid, dan jaringan parut pada uterus menjadi presdiposisi timbiulnya kontarkasi uterus yang jelek, dokter-dokter lainnya menolak anggapan tersebut. Yang pasti, kelainan congenital uterus, uterus yang fungsiny tidak lengkap atau uterus bikornis akan mengganggu persalinan.

4.      Pecahnya ketuban
Pecahnya ketuban dalam kondisi yang tepat akan merangsang uterus untuk berkontraksi lebih baik dan mempercepat kemajuan persalinan. Akan tetapi, ketuban yang pecah sebelum serviks mendatar m,asih keras, tebal, dan tertutup tentu menghasilkan persalinan yang lama dan tidak efisien.







5.      Gangguan mekanis dalam hubungan janin dengan jalan lahir
Bagian terendah yang menempel baik pada serviks dan segmen pada uterus pada kala I persalinan dan dengan vagina serta perineum pada kala II akan menghasilkan rangsangan reflex yang baik pada myometrium. Segala sesuatu yang menghalangi hubungan baiak ini akan menyebabkan kegagalan reflex tersebut, dan akaibatnya timbulah kontraksi yang jelek. Hubungan antara posisi p[osterior, sikap ekstensi dan posisi melintang yang macet (transverse arrest) dengan kerja urterus yang salah telah diketahui dengan baik. Mal posisi menyebabkan gangguan uterus, dan jika keadaan ini bias diperbaiki, meka kontraksi kerap kali menjadi lebih baik. Penurunan yang lambat dan pembebtujan bawah uterus tidak lengkap merupakan tanda dini inkoordinasi rahim. Disporsisi cephalopelvic dalam derajat yang ringan menjadi predisposisi timbuknya kerja uterus yang tidak koordinasi atau his hipertonik.


6.      Iritasi uterus
Rangsangan yang tidak tepat pada uterus oleh obat-obatan batau oleh tindakan maniipulasi intrauterine dapat mengakibatkan his hipertonik (oksitosin yang berlebihan).


C.    Penatalaksanaan

A.         Pencegahan

1.      Perasaan takut diatasi dengan perawatan prenatal yang baik.
2.      Analgesic digunakan kalu perlu untuk mencegah hilangnya pengendalian.
3.      Sedasi berat diberikan pada persalinan palsu agar pasien tidak kelelahan ketika benar-benar menjalani persalinan yang sesungguhnya.

B.         Penanganan

1.      Tindakan umum
·         Semangnat pasien harus diutamakan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan wanita yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap 4 jam dan pemeriksaan ini dilakukan lebih sering apabila ada gajala preeklamsia
·         DJJ dicatat setiap setengah jam dalam kala 1 dan lebih sering dalam kala II
·         Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian spenuhnya. Karena ada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan pembedahan dengan narcosis, hendakanya klien jangan diberi makanan biasa.. melainkan dlam bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infuse larutan glukosa 5% dan NaCl Isotonik scara intravena cseara berganti-ganti.
·         Kandung kemih dan usus dikosongkan bila perlu
·         Pemeriksaan dalam perlu dilakukan , akan teteapi harus selalu disadarai bahwa tiap pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi.

2.      Sedasi dan Analgesi
Meskipun sedasi dengan jumlah yang berlebihan dapat merintangi kontraksi uterus, penggunaan sedsai yang tepat tidak akan mengganggu persalinan yang sebenrnya. Pasien memerlukan sedasi untuk menurunkan kecemasnnya dan memerlukan analgesi untuk mengurangi rasa nyeri. Untuk mengurangi rsasa neyri dapat diberi pethidin 50 Mg yang dapat diulangi, pada permulaan kala I dapat diberi 10 MmHg morvin acapkali sedasi dan istirahat dapat mengubah persalian yang buruk emnjadi persalinan yang lebih baik. Analgesic epidural lumbalis yang continue kerap kali efektif unruk memperbaiki kondisi uterus.

C.         Bila ada  tanda-tanda obstruksi, persalianan harus segera diselesaikan dengan seksio seksaria

D.    Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan cepat



E.     Penanganan disfungsi uterus hipertonik
Disfungsi semacam ini ditandai dengan nyeri uterus yang sangat hebat diantara saat-saat his dan tentu saja tidak sebanding dengan efektivitasnya untuk menghasilkan penapisan serta dilatasi serviks. Jenis disfungsi uterus ini secara khas terjadi sebelum serviks mencapai dilatasi 4 cm ataun lebih.
Oksitosi jarang diperlukan pada keadaan hipertonus uteri dengan janin yang masih hidup. Persalinan dengan seksio sesaria jika dicurugai terjadi gawat janin. Apabila selaput ketuban masih utuh dan tidak tedapat bukti yang menunjukan adanya disporposi fetipelvik, pemberian morvin atau meperidin akan meredakan rasa nyeri dan memberikan kesempatan istirahat bagi ibu disamping menghentikan aktifitas uterus yang abnormal. Jadi harapan bahwa setelah pasien itu bangun kembali timbul his yang normal.

HIS YANG TIDAK TERKORDINASI
His normal mempunyai sifat :
Kontraksi otot rahim mulai dari salah satu tanduk rahim
Fundal dominant, menjalar keseluruh otot rahim
Kekuatannya seperti memeras isi rahim
Otot rahim yang berkontraksi tidak kembali ke panjang semula sehingga terjadi retraksi dan pembentukan segmen bawah rahim
Kelainan kontraksi otot rahim

1.   Inertia Uteri

His yang sifatnya lemah, pendek dan jarang dari his yang normal yang terbagi
menjadi :
a.Inertia uteri primer : apabila sejak semula kekuatannya sudah lemah
b.Inertia uteri sekunder :
His pernah cukup kuat tapi kemudian melemah
Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan, bagian terendah
terdapat kaput dan mungkin ketuban telah pecah
His yang lemah dapat menimbulkan bahaya terhadap ibu maupun janin sehingga memerlukan
konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit, puskesmas atau ke dokter spesialis.


2. Tetania uteri
His yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga tidak terdapat kesempatan reaksi otot rahim.
Akibat dari tetania uteri dapat terjadi :
a. Persalinan Presipitatus
Persalinan yang berlangsung dalam waktu tiga jam. Akibat mungkin fatal :
Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan
Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan, inversio uteri
Tetania uteri menyebabkan asfiksia intra uterin sampai kematian janin dalam rahim


Sabtu, 02 Juni 2012

DETEKSI DINI PERSALINAN


DETEKSI DINI PERSALINAN PADA MASA KALA 1,2 dan 3
PENGERTIAN
Deteksi Dini Penyulit Persalinan pada Ibu Hamil – Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. 
 Persalinan dibagi menjadi 4 kala yaitu :
- Kala 1
Dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan servik sampai pembukaan lengkap yaitu 10 cm.
- Kala 2
Dimulai ketika pembukaan sudah lengkap sampai bayi lahir.
- Kala 3
Dimulai setelah lahirnya bayi dan berkhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
- Kala 4
Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir setelah 2 jam setelah itu


2.2          DETEKSI DINI PADA KALA I
  1. INERSIA UTERI
a.   TANDA DAN GEJALA
  • His tidak adekuat
  • < 2 kali dalam 10 menit
  • < 20 detik
b.   MANAJEMEN
  • Nutrisi cukup
  • Mobilisasi / ubah posisi
  • Upayakan kandung kemih/rectum kosong
  • Rangsang putting susu

2.   DENYUT JANTUNG JANIN
a.  TANDA DAN GEJALA
  • < 120 kali dalam 1 menit
  • > 160 dalam 1 menit
b. MANAJEMEN
  • Beri Oksigen
  • Ibu berbaring miring kekikiri
  • Pantau DJJ tiap 15 menit
  • Bila dalam 1 jam tidak normal rujuk

3. DILATASI SERVIK
a.  TANDA DAN GEJALA
  • Fase laten > dari 8 jam
  • Dilatasi serviks dikanan garis waspada pada partograf
b.  MANAJEMEN
  • Rujuk

4.  CAIRAN KETUBAN
a.   TANDA DAN GEJALA
  • Bercampur mekonium
  • Air ketuban hijau kental
  • Berbau
b.   MANAJEMEN
  • Beri oksigen
  • Beri antibiotik
  • Rujuk dengan ibu miring kekiri
5.  TEKANAN DARAH
a.  TANDA DAN GEJALA
  • Bila TD naik hingga > 160/110 mmHg
  • Pusing yang hebat
  • Mata berkunang – kunang
  • Kejang
b. MANAJEMEN
  • Infus cairan RL
  • Rujuk

6. BANDEL RING
a.  TANDA DAN GEJALA
  • Nyei yang hebat pada perut bagian bawah
  • Kontraksi hipotonik
  • Muncul tanda-tanda pre syok
  • Foetal distress
b.  MANAJEMEN
  • Infus cairan RL
  • Rujuk

7.  SUHU
a. TANDA DAN GEJALA
  • Suhu . 38 C
b.   MANAJEMEN
  • Istirahat baring
  • Minum banyak Kompres untuk menurunkan suhu
  • Bila dalam 4 jam suhu tidak turun, beri antibiotik à rujuk
8. NADI
a. TANDA DAN GEJALA
  • Nadi > 100 x/menit
  • Nadi > 100 x/menit + urine pekat
  • Nadi > 100 x/menit + suhu > 38
b.   MANAJEMEN
  • Beri minum banyak / cukup
  • Pantau 2 jam
  • Bila tidak ada perbaikan beri antibiotic, pasang infus RL
  • Rujuk

2. 3.  DETEKSI DINI PADA KALA II
1. TALI PUSAT MENUMBUNG
a. TANDA DAN GEJALA
  • Teraba tali pusat saat pemeriksaan dalam
b.  MANAJEMEN
  • Bila DJJ + rujuk degan posisi terlentang dan kepala janin ditahan oleh 2 jari penolong dari dalam vagina atau
  • Ibu dengan posisi sujud bokong lebih tinggi dari kepala
  • Bila DJJ – beritahu ibu / keluarga tentang kondisinya dan penatalaksananya sesuai persalinan kala I

2. PERUBAHAN DAN POLA DENYUT JANTUNG JANIN
a.  TANDA DAN GEJALA
  • Takikardi ( DJJ > 160 dalam 10 menit )
  • Bradikardi ( DJJ < 100 dalam 10 menit )
b.  MANAJEMEN
  • Pantau DJJ tiap 15 menit
  • Beri O2
  • Ubah posisi ibu dengan miring kekiri
  • Periksa adanya prolap tali pusat
  • Pastikan lama persalinan yang diharapkan
  • Bila tidak ada perbaikan rujuk

3.  KELELAHAN MATERNAL
a.  TANDA DAN GEJALA
  • Ibu tampak lemah
  • Apatis
  • Dehidrasi
  • Dehidrasi
  • Suhu dan nadi meningkat
b. MANAJEMEN
  • Pencegahan adalah cara yang terbaik
  • Koreksi ketidak seimbangan cairan/elektrolit
  • Rujuk bila keadaan menurun

4.  DISTOSIA BAHU
Adalah kepala janin telah dilahirkan tetapi bahu tersangkut tidak dapat dilahirkan.

5.   DISPROPORSI SEFALOPELVIK
Adaah ketidak seimbangnya antara ukuran bayi dengan ukuran panggul sehingga terjadi partus macet

6.  PARTUS MACET
Adalah tidak ada kemajuan pada kala II dalam hal :
  • Penurunan bagian bawah janin
  • Putaran paksi dalam
  • His adekuat

2.4.   DETEKSI DINI PADA KALA III
1. Tidak adanya tanda – tanda pelepasan plasenta
2. Plasenta tidak lepas dalam 15 menit setelah bayi lahir dan pemberian oksitosin
3. Uterus tidak kontraksi
4. Perdarahan yang abnormal

KOMPLIKASI PERSALINAN
1.Atonia uteri
Adalah  Suatu kondisi dimana miometrium tidak
dapat berkontraksi dan bila ini terjadi
maka darah yang keluar dari bekas
implantasi tidak dapat terkendali

Predisposisi perdarahan pascapersalinan
disebabkan atonia uteri :
Over distensi uterus (kehamilan)
–Polihidramnion
–Gemeli
–Janin besar (makrosomia)
Kala satu/dua yang memanjangPersalinan cepat (partus presipitatus)Persalinan yang diinduksi/dipercepat dengan oksitosin
(augmentsi)

Penatalaksanaan Atonia Uteri yaitu:
 Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) fundus uteri

2. Retensio Plasenta
Adalah Plasenta belum lahir setelah 30 menit .
      Jika plasenta masih dalam uterus
& perdarahan minimal,berikan
oksitosin 10 unit IM,pasang infus
menggunakan jarum besar (16/18)
berikan RL

–Rujuk
–Dampingi ibu

3.PERLUKAAN JALAN LAHIR
Laserasi serviks dan vagina
Menyebabkan :
–Perdarahan
–Jaringan parut
–Infeksi
–Nyeri saat bersenggama
–Kematian
omplikasi Awal
1. Perdarahan
Pembuluh darah yang tidak terikat dengan
baik.Pastikan bahwa perdarahan tidak berasal
dari uterus yang atonik
2. Hematoma
Mengumpulnya darah pada dinding vagina yang
biasanya terjadi akibat komplikasi luka pada
vagina. Terlihat pembengkakan



1. Perdarahan pervagina
Perdarahan pervagina atau perdarahan postpartum atau post partum hemorargi atau hemorargi post partum atau PPH adalah kehilangan darah sebanyak 500 cc atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan.

Hemorargi post partum primer adalah mencakup semua kejadian perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran.


Penyebab:
a. Uterus atonik (terjadi karena misalnya: plasenta atau selaput ketuban tertahan).
b. Trauma genetalia (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat pelaksanaan atau gangguan, misalnya kelahiran yang menggunakan peralatan termasuk sectio caesaria, episiotomi).
c. Koagulasi intravascular disetaminata.
d. Inversi uterus.

Hemorargi post partum sekunder adalah mencakup semua kejadian PPH yang terjadi antara 24 jam setelah kelahiran bayi dan 6 minggu masa post partum.

Penyebab:
1. Fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan.
2. Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat terjadi di serviks, vagina kandung kemih, rectum).
3. Terbukanya luka pada uterus (setelah sectio caesaria, ruptur uterus).

Penatalaksanaan:
Hemorargi post partum primer.
Hemorargi post partum atonik.
1. Pijat uterus agar berkontraksi dan keluarkan bekuan darah.
2. Kaji kondisi pasien (denyut jantung, tekanan darah, warna kulit, kesadaran, kontraksi uterus) dan perkirakan banyaknya darah yang sudah keluar. Jika pasien dalam kondisi syok, pastikan jalan nafas dalam kondisi terbuka, palingkan wajah hilang.
3. Berikan oksitosin (oksitosin untuk 10 iu IV dan ergometrin 0,5 IV. Berikan melalui IM apabila tidak bisa melalui IV).
4. Siapkan donor untuk tranfusi, ambil darah untuk cross cek, berikan NaCl 11/15 menit apabila pasien mengalami syok), pada kasus syok yang parah gunakan plasma ekspander.
5. Kandung kemih selalu dalam kondisi kosong.
6. Awasi agar uterus tetap berkontraksi dengan baik. Tambahkan 40 iu oksitosin dalam 1 liter cairan infus dengan tetesan 40 tetes/menit. Usahakan tetap menyusui bayinya.
7. Jika perdarahan persisten dan uterus tetap relaks, lakukan kompresi bimanual.
8. Jika perdarahan persisten dan uterus tetap berkontraksi dengan baik, pastikan laserasi jalan lahir.
9. Jika ada indikasi mungkin terjadi infeksi maka berikan antibiotik.
10. Lakukan pencatatan yang akurat.

Penatalaksanaan lanjutan:
Pantau kondisi pasien selama24-48 jam.

Hal yang harus di hindari:
1. Jangan pernah meninggalkan pasien sendiri sampai perdarahan telah terkendali dan keadaan umum telah stabil.
2. Pada kasus PPH atonik jangan pernah memasukkan pack vagina.
3. Jika penolong berada si rumah perlu dilakukan rujukan.
Hemorargi post partum traumatik
1. Pastikan asal perdarahan.
2. Ambil darah untuk cros check dan lakukan sek kadar HB.
3. Pasang infus IV, NaCl atu Rl jika pasien mengalami syok.
4. Pasien dalam posisi litotomi dan penerangan yang cukup.
5. Perkirakan darah yang hilang.
6. Periksa denyut nadi, tekanan darah dan kondisi umum.
7. Jahit robekan.
8. Berikan antibiotik.
9. Membuat catatan yang akurat.

Hemorargi post partum sekunder
Prioritas dalam penatalaksanaan hemorargi post partum sekunder (sama dengan penatalaksanaan hemorargi post partum primer).
1. Masukkan pasien ke rumah sakit sebagai salah satu kasusu kedaruratan.
2. Lakukan massase uterus, jika uterus masih teraba.
3. Berikan oksitosin.
4. Siapkan donor untuk transfusi.
5. Awasi uterus agar tetap berkontraksi dengan baik.
6. Berikan antibiotik.
7. Jika mungkin siapkan pasien untuk pemeriksaan segera dibawah pengaruh anastesi.

2. Infeksi masa nifas.
Infeksi masa nifas atau sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genetalia yang terjadi pada setiap saat antara awitan pecahan ketuban atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat dua atau lebih dari hal-hal berikut ini:
a. Nyeri pelvik.
b. Demam 38,5 0C atau lebih.
c. Rabas vagina yang abnormal.
d. Rabas vagina yang berbau busuk.
e. Keterlambatan dalam penurunan uterus.

Bakteri penyebab sepsis puerpuralis:
1. Streptokoccus.
2. Stafilokoccus.
3. E. Coli.
4. Clostridium tetani.
5. Clostridium welchi.
6. Clamidia dan gonocokkus.

Bakteri endogen.
Bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rectum tanpa menimbulkan bahaya. Bahkan jika tekhnik steril di gunakan dalam persalinan, infeksi ini masih dapat terjadi akibat bakteri endogen. Bakteri endogen dapat membahayakan dan menyebabkan infeksi jika:
a. Bakteri ini masuk kedalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui instrumen pemeriksaan pelvik.
b. Bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/ laserasi atau jaringan mati.
c. Bakteri masuk sampai kedalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang lama.
Bakteri eksogen.

Bakteri ini masuk kedalam vagina dari luar yaitu:
a. Malalui tangan dan alat yang tidak steril.
b. Melaluui substansi.
c. Malalui aktivitas seksual.

Tanda dan gejala sepsis puerpuralis.
a. Demam.
b. Nyeri pelviks.
c. Nyeri tekan di uterus.
d. Lokia berbau menyengat.
e. Terjadi keterlambatan dalam penurunan uterus.
f. Pada laserasi terasa nyeri., bengkak dan mengeluarkan darah.

Faktor terjadi sepsis puerpuralis.
a. Anemia/kurang gizi.
b. Higieneyang buruk.
c. Tekhnik asptik yang buruk.
d. Manipulasi yang sangat banyak pada jalan lahir.
e. Adanya jaringan mati pada jalan lahir.
f. Inersi tangan, instrumen atau pembalutyang tidak steril.
g. Ketuban pecah lama.
h. Pemeriksaan vagina yang sering.
i. Kielahiran melalui SC.
j. Laserasi vagina/serviks yang tidak di perbaiki.
k. PMS yang di derita.
l. Hemorragi post partum.
m. Tidak imunisasi tetanus.
n. Diabetes mellitus.

Faktor resiko di masyarakat.
a. Tidak adanya transportasi dan sarana lain.
b. Jarak yang jauh dari fasilitas kesehatan.
c. Status kesehatan wanita yang rendah.
d. Kurangnya pengetahuan tentang sepsis puerpuralis.

Faktor di pelayanan kesehatan.
a. Pemantauan suhu badan yang tidak adekuat setelah persalinan lama dan kelahiran.
b. Tidak adanya asepsis selama persalinan.
c. Pemeriksaan bakteriologis yang tidak adekuat dengan antibiotik yang tepat atau intervensi operatif selanjutnya.
d. Ketidaktersediaan antibiotik yang tepat.

3. Kelainan payudara.
1. Bendungan air susu ibu.
Selama 24-48 jam pertama sesudah terlihatnya sekresi lakteal, payudara sering mengalami distensi menjadi keras dan berbenjol-benjol. Keadaan ini yang disebut bendungan air susu atau “caked breast”, sering menyebabkan rasa nyeri yang cukup hebat dan bisa disertai dengan kenaikan suhu. Kelainan tersebut menggambarkan aliran darah vena normal yang berlebihan dan penggembungan limfatik dalam payudara, yang merupakan prekuser regular untuk terjadi laktasi. Keadaan ini bukan merupakan overdestensi sistem lakteal oleh susu.

Penatalaksanaan:
a. Keluarkan ASI secara manual/ASI tetpa diberikan pada bayi.
b. Menyangga payudara dengan BH yang menyokong.
c. Kompres dengan kantong es.
d. Pemberian analgesik.

2. Mastitis.
Inflamasi perinkimatosa glandula mammaemerupakan komplikasi ante partum yang jarang terjadi tetapi kadang-kadang dijumapi dalam masa nifas dan laktasi.
Gejala mastitis supuratif jarang terlihat sebelum akhir minggu pertama masa nifas dan umumnya baru ditemukan setelah minggu ketiga atau keempat. Bendungan yang mencolok biasanya mendahului inflamasi dengan keluhan pertamanya berupa menggigil atau gejala grigor yang sebenarnya, yang segera di ikuti oleh kenaikan suhu tubuh dan peningkatan frekuensi denyut nadi. Payudara kemudian menjadi keras serta kemerahan, dan pasien mengeluhkan rasa nyeri.

Gejala mastitis.
a. Gejala mastitis non-infeksius adalah:
1) Ibu memperhatikan adanya “bercak panas”, atau area nyeri tekan yang akut.
2) Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras didaerah nyeri tekan tersebut.
3) Ibu tidak mengalami demam dan merasa baik-baik saja.

b. Gejala mastitis infeksius adalah :
1) Ibu mengeluh lemah dan sakit pada otot seperti flu.
2) Ibu dapat mengeluh sakit kepala.
3) Ibu demam.
4) Terdapat area luka yang terbatas atau lebih luas pada payudara.
5) Kulit pada payudara dapat tampak kemerahan atau bercahaya.
6) Terjadi pembengkakan pada payudara.

Penatalaksanaan.
Bila payudara tegang dan kemerahan maka:
a. Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
b. Sangga payudara.
c. Kompres dingin.
d. Bila diperlukan, berikan paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
e. Ibu harus di dorong menyusui meskipun ada pus.
f. Jika bersifat infeksius, berikan analgesik non narkotik, antipiretik untuk mengurangi demam dan nyeri.
g. Pantau suhu tubuh akan adanya demam. Jika ibu demam tinggi (>39 0C), periksa kultur susu terhadap kemungkinan adanya infeksi streptokokal.
h. Pertimbangkan pemberian antibiotik antistafilokokus kecuali jika demam dan gejala berkurang.
i. Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan