TUGAS MAKALAH
KONSEP DASAR DISTOSIA

Disusun oleh :
1.
Ria permatasari
2.
Muslikotin
3.
Rina aprilia
4.
Mazidatul
5.
Wahyu tri l
6.
Nira wahyu n
7.
Yenny candra
8.
Siti faidatul
9.
Lucy octafia
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
KONSEP DASAR DISTOSIA
DISTOSIA
Definisi
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan.
Etiologi
Distosia dapat disebabkan karena kelainan his ( his hipotonik dan his hipertonik ), karena kelainan besar anak, bentuk anak ( hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat ), letak anak (letak sungsang, letak melintang ), serta karena kelainan jalan lahiran
Definisi
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan.
Etiologi
Distosia dapat disebabkan karena kelainan his ( his hipotonik dan his hipertonik ), karena kelainan besar anak, bentuk anak ( hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat ), letak anak (letak sungsang, letak melintang ), serta karena kelainan jalan lahiran
DISTOSIA
KELAINAN TENAGA / HIS
Distosia
Kelainan Tenaga (His)
A. Pengertian
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia karena kelainan tenaga (his) yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancran persalinan. Dibawah ini dikemukakan lagi ringkasan dari his normal :
1. Tonus otot rahim diluar his tidak seberapa tinggi, lalu meningkatkan pada waktu his. Pada kala pmbukaan servik ada 2 fase : fase laten dan fase aktif yang digambarkan pada srvikogram menurut friedman.
2. Kotraksi rahim dimulai pada salah satu tanduk rahim, sebelah kanan atau kiri, lalu menjalar keseluruh otot rahim.
3. Fundus uteri berkontraksi lebih dulu (fundal dominan) lebih lama dari bagian-bagian lain. Bagian tengah berkontraksi agak lebih lambat, lebih singkat dan tidak sekuat kontraksi fundus uteri bagian bawah (segmen bawah rahim)dan servik tetap pasif atau hanya berkontraksi sangat lemah.
4. Sifat-sifat his :lamanya, kuatnya, keteraturannya, seringnya dan relaksasinya, serta sakitnya.
B. Etiologi
Kelainan his sering dijumpai pada primigravida tua sedangkan inersia uterisering dijumpai pada multigravida dan grandemulti. Faktor herediter mungkin memegang pula peranan dalam kelainan his dan juga factor emosi (ketakutan) mempengaruhi kelainan his. Salah satu sebab yang penting dalam kelainan his inersia uteri, ialah apabila bahwa janin tidak berhubungan rampat dengan segmen bawah rahim ini dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi sefalopelvik. Salah pimpinan persalinan atau salah pemberian obat-obatan seperti oksitosin dan obat penenang. Kelainan pada uterus misalnya uterus birkornis unikolis dapat pula mengakibatkan kelainan his.
C. Penanganan
Dalam menghadapi persalinan lama dilakukan evaluasi secara keseluruhan untuk mencari sebab-sebabnya. Tekanan darah diukur tiap emat jam. Pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabia ada gejala pre-eklmpsia, denyut jantung janin dicatat tiap setengah jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala II. Kemungkinan juga dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya. Pada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindkan pembedahan dengan narcosis, hendaknya jangan diberikan maknan biasa melainkan dalam bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonic secara intravena berganti-ganti. Bila his mengebabkan rasa sakit yang berlebihan diberikan injeksi pethidin 50 mg, pada pemulaan kala I dapat diberikan 10 mg morvin. Berikan antibiotic secukupnya,apalagi kalau ketuban sudah lama pecah.
D. Jenis-Jenis Kelainan His
1. Inersia uteri
Adalah his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat, dan lebih jarang dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri dibagi atas 2 keadaan:
a. Inersia uteri primer
Kelemahan his timbul sejak dari permulaan persalinan. Hal ini harus dibedakan dengan his pendahulu yang juga lemah dan kadang-kadang menjadi hilang (false labour).
b. Inersia uteri sekunder
Kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat dan kuat teratur dan dalam waktu yang lama.
Diagnosis inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan yang teliti terhadap persalinan. Pada fase laten diagnosis akan lebih sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his)yang kuat dan lama, maka diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih mudah.
Inersia uteri menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat-akibatnya. Terhadap ibu dan janin.
Penanganan
Periksa keadaan servik, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah janin dan keadaan panggul kemudian buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan, misalnya pada letak kepala :
1. berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500cc dektrosa 5% dimulai dengan 12 tetes permenit, dinaikan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes permenit. Maksud dari pemberian oksitosin adalah supaya servik dapat membuka .
2. Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak memperkuat his setelah pemberian beberapa lama, hentikan dulu dan ibu dianjurkan beristirahat. Pada malam hari berikan obat penenang misalnya valium 10 mg dan esoknya dapat diulang lagi pemberian oksitosin drips.
3. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
4. Bila semua his kuat tetapi kemudianterjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi, tidak ada ginanya memberikan oksitosin drips, sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetric lainnya (ekstraksi vakum atau forsep, atau seksio sesarea.
2. Tetania Uteri
Adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi rahim.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus yang dapat mengakibatkan persalinan diatas kendaran, dikamar mandi, dan tidak sempat dilakukan pertolongan. Akibatnya terjadilah luka-luka jalan lahir yang luas pada servik, vagina pada perineum, dan pada bayi dapat terjadi perdarahan intracranial.
Bila ada kesempitan panggul dapat terjadi rupture uteri mengancam, dan bila tidak segera ditangani akan berlanjut menjadi rupture uteri.
Penanganan
a. Berikn obat seperti morfin, luminal dan sebagiannya, asal janin tidak akan lahir dlam waktu dekat 4-6 jam
b. Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan seksio sesarea.
c. Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan cepat.
3. Aksi Uterus Inkoordinasi (Incoordinate Uterine Action)
Sifat his yang berubah-ubah, tidak ada koordinasi dan
sinkronasi antar kontraksi dan bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien
dalam mengadakan pembukaan, apalagi dalam pengeluaran janin. Pada bagian atas
dapat terjadi kontraksi tetapi bagian tengah tidak, sehingga menyebabkan
terjadinya lingkaran kekejangan yang mengakibatkan persalinan tidak dapat maju.
Penanganan
a. Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot, berikan obat-obatan anti sakit dan penenang (sedativa dan analgetika) seperti morfin, petidin dan valium.
b. Apabila persalinan sudan berlangsung lama dan berlarut-larut, selesaikanlah partus menggunakan hasil pemeriksaan dan evaluasi, dengan ekstraksi vakum, forsep, atau seksio sesarea.
His
hipotonik disebut juga inersia uteri yaitu his yang tidak normal, fundusberkontraksi lebih kuat dan lebih dulu daripada
bagian lain. Kelainan terletak pada kontraksinya yang singkat dan
jarang. Selama ketuban utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu dan janin.
Hisnya bersifat lemah, pendek, dan jarang dari hisnormal. Inersia uteri dibagi
menjadi 2, yaitu :a. Inersia uteri primer Bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan persalinan berlangsunglama
dan terjadi pada kala I fase laten.b. Inersia uteri sekunder Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu
yang lama dan terjadipada kala I fase aktif. His pernah cukup kuat
tetapi kemudian melemah. Dapatditegakkan dengan melakukan evaluasi pada
pembukaan. Pada bagianterendah terdapat
kaput, dan mungkin ketuban telah pecah. Dewasa inipersalinan tidak dibiarkan berlangsung sedemikian
lama sehingga dapatmenimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia uteri
sekunder ini jarangditemukan. Kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan
baik waktupersalinan.
. Pada keadaan Hipoptonic uterine Contraction
1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harusdiperhatikan.
2. Penderita
dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentangkemungkinan- kemungkinan yang ada.
3. Pada inersia primer, setelah
dipastikan penderita masuk dalam persalinan,evaluasi
kemajuan persalinan 12 jam kemudian dengan periksa dalam.Jika pembukaan
kurang dari 3 cm, porsio tebal lebih dari 1 cm, penderitadiistirahatkan, diberikan sedativa sehingga dapat
tidur. Mungkin masihdalam "false labor". Jika setelah 12 jam
berikutnya tetap ada his tanpa adakemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan
his diperbaiki dengan infuspitosin. Perlu diingat bahwa persalinan harus
diselesaikan dalam waktu 24jam setelah ketuban pecah, agar prognosis janin
tetap baik.
4. Pada inersia uteri sekunder,
dalam fase aktif, harus segera dilakukan :
a. Penilaian cermat apakah ada
disproporsi sefalopelvik dengan pelvimetriklinik
atau radiologi. Bila ada CPD maka persalinan segera diakhiridengan
sectio cesarea.
b. Bila tidak ada CPD, ketuban
dipecahkan dan diberi pitocin infus.
c. Nilai kemajuan persalinan kembali
2 jam setelah his baik. Bila tidak adakemajuan, persalinan diakhiri dengan
sectio cesarea.
d. Pada akhir
kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum ataucunam dipenuhi, maka persalinan
dapat segera diakhiri dengan bantuan alat tersebut.
HIS HIPERTONIK
A. Pengertian
His hipertonik disebut juga tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat. Sifat hisnya normal, tonus otot diluar his yang biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan berlangsung cepat (<3 jam disebut partus presipitatus).
His hipertonik disebut juga tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat. Sifat hisnya normal, tonus otot diluar his yang biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan berlangsung cepat (<3 jam disebut partus presipitatus).
Partus presipitatus dapat mengakibatkan kemungkinan :
a. Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
b. Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat
persiapan dalam persalinan.
c. Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan
perdarahan dan inversio uteri.
Tetania
uteri juga menyebabkan asfeksia intra uterine sampai kematian janin dalam
rahim. Bahaya bagi ibu adalah terjadinya perlukan yang luas pada jalan lahir,
khususnya serviks uteri, vagina dan perineum. Bahaya bagi bayi adalah terjadi
perdarahan dalam tengkorak karena mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat.
3. His Yang Tidak Terkordinasi Adalah his yang berubah-ubah. His jenis ini
disebut Ancoordinat Hypertonic Urine Contraction. Tonus otot meningkat diluar
his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada
sinkronisasi antara kontraksi. Tidak adanya kordinasi antara kontraksi bagian
atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan.
B. Etiologi
1. Usi dan paritas
Keadaan ini
terutama merupakan keadaan pada primigravida. Sekitar 95 % dari kasdus-kasus
berat terjadi dalam persalinan pertama, dan uterus hamper selalu lebih efisien
pada kehamilan berikutnya. Insidensi pada primigravida lanjut usia hanya
sedikit lebih tinggi dibandingkan pada wanita muda.
2. Kondisi emosi
dan kejiwaan
Kita tidak
tahu bagaimana masalah kejiwaan dan emosi dalam bekerja menyebabkan atau
memperburuk inkoordinasi uterus dalam persalinan. Dikatakan bahwa rasa takut
meningkatkan tegangan pada segmen bawah uterus. Akan tetapi, ada wanita tenang
yang mengalami persalinan sulit dan ada wanita yang amat emosional yang
melahirtkan dengan mudah. Kebanyakan kelainan berat pada system saraf pusat
tidak memberikan pengaruh yang merugikan pada persalinan.
3. Kelainan uterus
Sementara
sebagian dokter mengagap bahwa overdistensi, vibroid, dan jaringan parut pada
uterus menjadi presdiposisi timbiulnya kontarkasi uterus yang jelek,
dokter-dokter lainnya menolak anggapan tersebut. Yang pasti, kelainan
congenital uterus, uterus yang fungsiny tidak lengkap atau uterus bikornis akan
mengganggu persalinan.
4. Pecahnya ketuban
Pecahnya
ketuban dalam kondisi yang tepat akan merangsang uterus untuk berkontraksi
lebih baik dan mempercepat kemajuan persalinan. Akan tetapi, ketuban yang pecah
sebelum serviks mendatar m,asih keras, tebal, dan tertutup tentu menghasilkan
persalinan yang lama dan tidak efisien.
5. Gangguan mekanis
dalam hubungan janin dengan jalan lahir
Bagian
terendah yang menempel baik pada serviks dan segmen pada uterus pada kala I
persalinan dan dengan vagina serta perineum pada kala II akan menghasilkan
rangsangan reflex yang baik pada myometrium. Segala sesuatu yang menghalangi
hubungan baiak ini akan menyebabkan kegagalan reflex tersebut, dan akaibatnya
timbulah kontraksi yang jelek. Hubungan antara posisi p[osterior, sikap
ekstensi dan posisi melintang yang macet (transverse arrest) dengan kerja
urterus yang salah telah diketahui dengan baik. Mal posisi menyebabkan gangguan
uterus, dan jika keadaan ini bias diperbaiki, meka kontraksi kerap kali menjadi
lebih baik. Penurunan yang lambat dan pembebtujan bawah uterus tidak lengkap
merupakan tanda dini inkoordinasi rahim. Disporsisi cephalopelvic dalam derajat
yang ringan menjadi predisposisi timbuknya kerja uterus yang tidak koordinasi
atau his hipertonik.
6. Iritasi uterus
Rangsangan
yang tidak tepat pada uterus oleh obat-obatan batau oleh tindakan maniipulasi
intrauterine dapat mengakibatkan his hipertonik (oksitosin yang berlebihan).
C. Penatalaksanaan
A.
Pencegahan
1. Perasaan takut
diatasi dengan perawatan prenatal yang baik.
2. Analgesic
digunakan kalu perlu untuk mencegah hilangnya pengendalian.
3. Sedasi berat
diberikan pada persalinan palsu agar pasien tidak kelelahan ketika benar-benar
menjalani persalinan yang sesungguhnya.
B.
Penanganan
1. Tindakan umum
· Semangnat
pasien harus diutamakan
Dalam
menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan wanita yang bersangkutan
harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap 4 jam dan pemeriksaan
ini dilakukan lebih sering apabila ada gajala preeklamsia
· DJJ
dicatat setiap setengah jam dalam kala 1 dan lebih sering dalam kala II
· Kemungkinan
dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian spenuhnya. Karena ada
persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan pembedahan
dengan narcosis, hendakanya klien jangan diberi makanan biasa.. melainkan dlam
bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infuse larutan glukosa 5% dan NaCl Isotonik
scara intravena cseara berganti-ganti.
· Kandung
kemih dan usus dikosongkan bila perlu
· Pemeriksaan
dalam perlu dilakukan , akan teteapi harus selalu disadarai bahwa tiap
pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi.
2. Sedasi dan
Analgesi
Meskipun
sedasi dengan jumlah yang berlebihan dapat merintangi kontraksi uterus,
penggunaan sedsai yang tepat tidak akan mengganggu persalinan yang sebenrnya.
Pasien memerlukan sedasi untuk menurunkan kecemasnnya dan memerlukan analgesi
untuk mengurangi rasa nyeri. Untuk mengurangi rsasa neyri dapat diberi pethidin
50 Mg yang dapat diulangi, pada permulaan kala I dapat diberi 10 MmHg morvin
acapkali sedasi dan istirahat dapat mengubah persalian yang buruk emnjadi
persalinan yang lebih baik. Analgesic epidural lumbalis yang continue kerap
kali efektif unruk memperbaiki kondisi uterus.
C.
Bila
ada tanda-tanda obstruksi, persalianan harus segera diselesaikan dengan
seksio seksaria
D. Pada partus presipitatus
tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan cepat
E. Penanganan disfungsi
uterus hipertonik
Disfungsi
semacam ini ditandai dengan nyeri uterus yang sangat hebat diantara saat-saat
his dan tentu saja tidak sebanding dengan efektivitasnya untuk menghasilkan
penapisan serta dilatasi serviks. Jenis disfungsi uterus ini secara khas
terjadi sebelum serviks mencapai dilatasi 4 cm ataun lebih.
Oksitosi
jarang diperlukan pada keadaan hipertonus uteri dengan janin yang masih hidup.
Persalinan dengan seksio sesaria jika dicurugai terjadi gawat janin. Apabila
selaput ketuban masih utuh dan tidak tedapat bukti yang menunjukan adanya
disporposi fetipelvik, pemberian morvin atau meperidin akan meredakan rasa
nyeri dan memberikan kesempatan istirahat bagi ibu disamping menghentikan
aktifitas uterus yang abnormal. Jadi harapan bahwa setelah pasien itu bangun
kembali timbul his yang normal.
HIS YANG
TIDAK TERKORDINASI
His normal mempunyai sifat :
•Kontraksi otot rahim mulai dari salah satu tanduk
rahim
•Fundal dominant, menjalar keseluruh otot rahim
•Kekuatannya seperti memeras isi rahim
•Otot rahim yang berkontraksi tidak kembali ke
panjang semula sehingga terjadi retraksi
dan pembentukan segmen bawah rahim
Kelainan kontraksi otot rahim
1. Inertia Uteri
His yang sifatnya lemah, pendek dan jarang dari his yang normal yang
terbagi
menjadi :
a.Inertia uteri primer : apabila sejak semula kekuatannya sudah lemah
b.Inertia uteri sekunder :
•His pernah cukup kuat tapi kemudian melemah
•Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada
pembukaan, bagian terendah
terdapat kaput dan mungkin ketuban telah pecah
His yang lemah dapat menimbulkan bahaya terhadap ibu maupun janin sehingga
memerlukan
konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit, puskesmas atau ke dokter
spesialis.
2. Tetania uteri
His yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga tidak terdapat
kesempatan reaksi otot rahim.
Akibat dari tetania uteri dapat terjadi :
a. Persalinan Presipitatus
Persalinan yang berlangsung dalam waktu tiga jam. Akibat mungkin fatal :
•Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
•Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat
persiapan dalam persalinan
•Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan
perdarahan, inversio uteri
•Tetania uteri menyebabkan asfiksia intra uterin
sampai kematian janin dalam rahim